Sunday, May 21, 2006

Kabupaten Magelang

GUMPALAN awan bergulung-gulung keluar dari puncak Gunung Merapi. Wedhus gembel, demikian masyarakat setempat menyebut awan panas karena bentuknya seperti bulu domba.
AWAN panas bersuhu sekitar 1.000 derajat celsius pertanda gunung api yang "dimiliki" oleh empat kabupaten, yaitu Magelang, Sleman, Klaten, dan Boyolali, itu meletus. Menyusul suara gemuruh yang memekakkan telinga, batu-batu besar seukuran rumah terlempar ke sana ke mari. Seakan ditumpahkan dari puncak gunung, muncul warna merah membara. Pada pukul 05.00 pagi itu leleran lahar terlihat jelas. Indah sekaligus menakutkan.
Gambaran tentang meletusnya Merapi itu merupakan hasil dokumentasi saat sang gunung meletus pada 10 Februari 2001. Film dokumenter berdurasi 22 menit itu berjudul "Napas Bumi Merah" dan hanya diputar di Keteb Volcano Theater (KVT). KVT berlokasi di dataran tinggi Keteb, Desa Keteb, Kecamatan Sawangan, satu dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Magelang.
Keteb-yang diresmikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro pada 21 Maret lalu-merupakan komoditas baru pariwisata milik Kabupaten Magelang. Lokasi wisata ini segera menjadi andalan baru bagi kas pendapatan asli daerah kabupaten tersebut.
KVT yang berpendingin ruangan dengan kursi VIP berdaya tampung 50 pengunjung bertiket masuk Rp 2.500/orang. Dari KVT, Magelang menerima rata-rata Rp 10 juta/bulan. Selain KVT, dari tempat berketinggian 1.130 meter di atas permukaan laut ini terdapat gardu pandang untuk menikmati panorama alam dan udara yang sejuk. Fokusnya tentulah si gunung yang tingginya 2.968 meter itu.
Selama ini, Magelang lebih dulu dikenal sebagai lokasi tempat Candi Borobudur berdiri. Candi Borobudur memang menjadi magnet bagi wisatawan dalam dan luar negeri. Bagi Magelang sendiri, Borobudur hanyalah satu dari 56 potensi obyek daerah tujuan wisata (ODTW) yang dimilikinya. Selain ODTW, masyarakat di kabupaten ini memelihara 14 kesenian daerah, seperti kesenian kuda lumping, kubrosiswo, gatoloco, dan lain-lain, yang bisa dikemas menjadi obyek wisata.
Sebelum Keteb diresmikan, catatan pada tahun 2002 menunjukkan Magelang memiliki tujuh obyek wisata yang telah dikelola secara efektif. Obyek itu Taman Wisata Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon, Taman Rekreasi Mendut, Taman Rekreasi Kalibening, Pemandian Air Hangat Candi Umbul, Telaga Bleder, dan Taman Anggrek Borobudur. Dari sekitar 2,3 juta wisatawan ke obyekwisata di Magelang, kabupaten ini meraup tidak kurang dari Rp 11,4 miliar.
Keberadaan obyek wisata menumbuhkan usaha hotel dan rumah makan. Magelang memiliki satu hotel berbintang lima di Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur, berpanorama Gunung Manoreh. Hotel lain, yang berjumlah 15, berkelas melati satu hingga tiga. Dari seluruh hotel yang ada, Magelang sedikitnya menerima pajak hotel sejumlah Rp 1,6 miliar. Adapun penerimaan pajak dari 30 rumah makan yang berkualifikasi A hingga C sekitar Rp 500 juta.
Pariwisata merupakan salah satu dari tiga sektor unggulan Magelang. Dua lainnya adalah pertanian dan industri kecil dan menengah. Ketiga lapangan usaha ini membentuk hubungan simbiotik, yaitu agrowisata, agroindustri, dan industri wisata. Namun, sayangnya, Pemkab Magelang belum menggali potensi yang dimiliki secara optimal. Daerah ini masih memiliki permasalahan dengan kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah setempat mencatat, pada tahun 2002 terdapat 73.455 keluarga miskin dan sekitar 100.000 orang yang belum mendapat pekerjaan.
Di daerah yang nyaris setiap bulan panen wisatawan, seperti Borobudur, pun masih terdapat keluarga miskin. Ada sekitar 2.600 keluarga miskin dan 5.700 penganggur di Kecamatan Borobudur yang tidak kecipratan rezeki dari lokasi ini. Rata-rata pendapatan yang dimiliki masyarakat Borobudur Rp 150.000. Jauh dari mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum di Magelang yang sudah mencapai sekitar Rp 300.000/bulan.
Tidak semua penduduk menggantungkan diri pada pariwisata. Dari sekitar 612.000 penduduk yang bekerja, sedikitnya 155.000 orang jadi petani, dan 195.000 orang jadi buruh tani. Penduduk yang memilih usaha perdagangan dan industri sebagai mata pencarian mereka masing-masing sekitar 74.000 orang dan 41.000 orang.
Dalam nilai Produk Domestik Regional Bruto tahun 2001 yang berjumlah sekurangnya Rp 3 triliun, usaha pertanian memberikan kontribusi tidak kurang dari Rp 1 triliun. Dari lima jenis kegiatan pertanian, tanaman pangan paling banyak memberikan pemasukan dengan nilai Rp 827,9 miliar.
Tanah di Magelang menjadi lahan yang baik untuk tanaman pangan. Produk sayuran dari kabupaten ini selain untuk konsumsi lokal juga untuk memenuhi kebutuhan tetangga, antara lain Kota Magelang, Yogyakarta, Semarang, dan Salatiga. Kentang dan cabe yang dikonsumsi daerah itu diambil dari lereng Gunung Merbabu, tepatnya di Kecamatan Pakis Ngablak atau dari Kecamatan Dukun di lereng Gunung Merapi.
Hasil panen daerah ini diperjualbelikan pada pasar di tepi jalan. Jika ditarik garis, pasar- pasar itu akan menghubungkan Kecamatan Secang di sebelah utara, lalu ke Mertoyudan, Mungkid, Muntilan hingga ke Kecamatan Salam di sebelah tenggara. Pembeli eceran akan mendatangi pasar di sepanjang garis tadi. Mereka yang akan kulakan, membeli dalam jumlah besar, biasanya mendatangi kecamatan yang menjadi sentra komoditas yang dikehendaki.
Selain sayuran, Magelang juga merupakan daerah penghasil buah-buahan, seperti rambutan, pisang, dan salak. Di antara buah-buahan itu, salak dari Magelang menjadi buah tangan wajib bagi mereka yang kembali dari kabupaten ini. Hampir seluruh kecamatan di Magelang, kecuali Kecamatan Sawangan dan Ngablak, menghasilkan salak Nglumut

0 Comments:

Post a Comment

<< Home