Sunday, May 21, 2006

IDENTIFIKASI JENIS BOM

Oleh : Idam Wasiadi **
Belakangan ini teror bom banyak terjadi di beberapa kota di Indonesia seperti di kota Medan, Nganjuk, Semarang, Surabaya dan Jakarta. Ibu kota Jakarta bahkan telah beberapa kali diteror dengan ledakan bom, dan terahkir sebuah bom dasyat meledak di tempat parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta (13/9/00) sehingga memyebabkan lebih dari 10 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Selain itu juga menyebabkan hancurnya bangunan dan mobil-mobil yang diparkir di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) hangus dan hancur berantakan. Pusat Laboratorium Forensik Polri telah berhasil mengidentifikasi jenis bom yang meledak di lantai parkir gedung BEJ tersebut. Dari hasil analisis terhadap residu bahan peledak yang diambil dari TKP peledakan dapat diidentifikasi jenis bomnya, yakni terbuat dari bahan peledak RDX (1,3,5-Trinitro-1,3,5-triazacyclohexane). RDX termasuk salah satu jenis bahan peledak high explosive.
Dalam usaha untuk mengungkap dan mengusut kasus peledakan yang terjadi belakangan ini, sebagai awal yang harus segera diketahui oleh fihak penyidik adalah mengidentifikasi jenis bomnya dulu tanpa mengesampingkan pencarian adanya alat-alat bukti lain. Dalam hal demikian kehadiran ahli forensik yang memang pakar dalam masalah bom dan bahan peledak menjadi sangat penting dan mendesak guna membantu memecahkan persoalan ini. Dalam usaha untuk mengidentifikasi jenis bom seorang ahli forensik biasanya menggunakan sampel residu (sisa-sisa) bahan peledak yang diambil dari TKP terutama disekitar pusat ledakan. Sedangkan pelaksanaan analisisnya akan dilakukan di laboratorium forensik. Ilmu yang mempelajari tentang hal ini sebenarnya merupakan cabang ilmu forensik yang relatif masih baru. Studi analisis terhadap residu bahan peledak untuk pertama kalinya baru dilakukan sekitar dekade tahun 1960-an.
Salah satu tantangan seorang ahli forensik dalam usaha mengidentifikasi bom yang telah meledak adalah bagaimana cara mengidentifikasinya dari residu bahan peledaknya. Tantangan ini masih dapat dipisahkan lagi menjadi 2 pokok permasalahan, pertama adalah bagaimana cara menganalisis residu bahan peledak setelah terjadi ledakan, dan kedua adalah bagaimana langkah untuk menganalisis ceceran sisa-sisa bahan peledak yang kemungkinan menempel pada bagian tangan dan pakaian tersangka saat menanganai bom serta barang-barang lain seperti mobil, rumah, bungkus-bungkus dan bangunan yang dicurigai ada kaitannya dengan kegiatan sebelum bom diledakan.
Ada beberapa alasan mengapa kedua langkah di atas harus dilakukan, alasan pertama adalah hasil pemeriksaan identifikasi bom tersebut akan digunakan sebagai alat bukti di dalam sidang pengadilan, dan alasan kedua adalah sebagai kunci untuk mengetahui apakah peledakan tersebut merupakan suatu tindakan kriminil murni, kegiatan terorisme atau karena ada motif lain seperti motif politik. Identifikasi jenis bahan peledak dari residu ataupun dari ceceran bahan peledak yang mungkin tercecer dan menempel pada tangan, pakaian, mobil, rumah dan barang lain milik tersangka selama melakukan preparasi bom akan dapat menghubungkan keterkaitan antara tersangka dengan kasus peledakan.
Sebagai salah satu cabang ilmu forensik, analisis residu bahan peledak merupakan salah satu metode yang secara teknis sangat rumit pelaksanaannya, karena residu ini merupakan senyawa yang telah mengalami perubahan bentuk dari bentuk bahan peledak aslinya menjadi senyawa pembentuknya, kerumitan ini masih ditambah lagi kemungkinan adanya bahan-bahan kontaminan seperti aspal, minyak, oli atau bahan lain yang dapat megganggu jalannya proses analisis. Karena rumitnya proses analisis ini sehingga seringkali kita dengar proses pemeriksaan identifikasi jenis bom memerlukan waktu yang cukup lama.
Setelah sebuah bom disulut dan meledak, dengan cepat bahan peledak sebagai isian utamanya berubah bentuk menjadi campuran gas berdaya tekan tinggi yang dengan segera menyebar kesegala arah dengan disertai adanya panas dan cahaya. Setelah meledak bom ini akan menyisakan residu. Residu bahan peledak yang tetinggal ini biasanya berbentuk senyawa organik dan anorganik. Dari kandungan kimiawi senyawa organik dan anorganik yang terkandung dalam residu ini seorang pakar forensik akan dapat mengidentifikasi jenis bahan peledak yang menjadi isian utama sebuah bom.
Kenyataan di lapangan seringkali menunjukkan bahwa sampel residu ini akan tercampur dan menempel pada sejumlah besar puing-puing ledakan serta tersebar luas di areal TKP serta tercampur dengan bahan-bahan lain yang bersifat mengkontaminasi. Maka pengumpulan sampel puing ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Karena dikhawatirkan apabila asal ngambil bidsa-bisa sampel puing ledakan yang diambil ternyata tidak mengandung residu bahan peledak. Untuk itu dalam sampling di TKP harus hati-hati dan sebelumnya perlu dilakukan skrining untuk mengetahui ada tidaknya kandungan residu bahan peledak. Skrining ini dilakukan melalui tes pendahuluan dengan tes warna atau tes yang lain. Salah satu tes warna yang dikenal adalah dengan mereaksikan sejumlah sampel puing-puing. ledakan dengan sedikit senyawa diphenylamin dan beberapa tetes asam sulfat pekat pada papan tetes. Bila segera terjadi reaksi perubahan warna menjadi biru, berarti sampel puing-puing tersebut positif mengandung oksidator yang tak lain adalah residu bahan peledak. Bila sampel positif mengandung residu bahan peledak, selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis lebih lanjut.
Berikut ini disampaikan urutan langkah-langkah yang harus diambil seorang ahli forensik dalam usaha mengidentifikasi jenis bom melalui analisis residu bahan peledak. Sebagai langkah dimulai dengan proses pengumpulan puing-puing yang terjadi akibat ledakan bom. Proses pengumpulan sampel puing-puing ledakan ini termasuk didalamnya proses skrining lapangan (TKP) seperti diterangkan sebelumnya , kemudian dilanjutkan dengan proses skrining di laboratorium, proses clean up, proses ekstraksi, proses pemekatan dan diakhiri dengan proses analisis dengan peralatan instrumentasi yang ada.
Kegiatan lain yang tak kalah pentingnya dalam proses pencarian dan penanganan sampel residu mulai dari pengumpulan puing-puing ledakan di TKP hingga proses analisis di laboratorium adalah menghindari terjadinya kontaminasi baik yang berasal dari tubuh kita sendiri, TKP atau laboratorium. Untuk itu dalam semua langkah penanganan ini perlu disiapkan dan digunakan sarung tangan lateks, jas laboratorium atau kantong-kantong steril khusus. Begitu pula pada saat mengambil ceceran bahan peledak yang mungkin melekat pada tangan atau pakaian milik tersangka, mobil, rumah atau bangunan serta kantong pembungkus bom perlu dilakukan dengan langkah yang sama.
Sebagai langkah penting dalam identifikasi jenis bom ini adalah proses skrining untuk mengetahui adanya partikel residu bahan peledak yang mungkin terdapat pada puing-puing ledakan di dalam laboratorium. Proses skrining di laboratorium ini dapat dilakukan dengan cara mengamati secara visual dengan mata biasa atau dengan alat bantu seperti kaca pembesar (loupe), mikroskop, mikroskop elektron yang dilengkapi dengan sistem dispersi energi sinar X (SEM/EDX) atau alat bantu lain untuk mengamati kemungkinan adanya partikel residu bahan peledak yang menempel pada puing-puing ledakan. Bentuk partikel residu bahan peledak ini berbentuk khas, dan berbeda dengan bentuk partikel bahan atau senyawa lain. Bila hasil proses skrining positif didapatkan adanya partikel residu bahan peledak, langkah selanjutnya adalah mengekstraksi kandungan senyawa organik dan senyawa lain yang terkandung dalam residu menggunakan pelarut organik seperti aceton atau methanol. Setelah itu dilakukan proses clean up yang bertujuan untuk memisahkan bahan-bahan kontaminan yang ikut terekstraksi. Proses clean up antara lain dilakukan dengan penyaringan menggunakan silika gel atau penyaring sekali pakai (disposibel) yang dapat dibeli pada agen peralatan kimia. Filtrat hasil proses clean up ini selanjutnya dipekatkan terlebih dulu sebelum dianalisis dengan peralatan instrumentasi yang ada. Proses ekstraksi residu ini juga dapat digunakan pelarut air. Ekstraksi dengan pelarut air bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kandungan ion-ion anorganik dan senyawa organik yang larut dalam air. Kadangkala setelah bom meledak juga ditemukan adanya sedikit partikel bahan peledak yang tidak ikut meledak, terhadap partikel ini dapat langsung diproses langsung sesuai prosedur analisis bahan peledak yang ada.
Metode analisis terhadap residu bahan peledak, usapan pada tangan, pakaian, mobil rumah atau sampel bahan peledak dapat digunakan metode yang bervariasi setelah mengalami proses clean up terlebih dahulu. Metode yang dipakai untuk mengidentifikasi bahan peledak bom ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok berdasarkan atas tipe senyawanya, yaitu kelompok senyawa organik dan senyawa anorganik. Misalnya untuk mengidentifikasi senyawa organik dapat menggunakan metode kromatografi, spektroskopi massa atau metode lain seperti nuclear magnetic resonance (NMR) spectrometry. Untuk mengidentifikasi adanya kandungan senyawa anorganik berupa anion (ion bermuatan positif) atau kation (ion bermuatan negatif), sebagai uji pendahuluan dapat digunakan spot tes, dan untuk uji penegasannya dapat digunakan peralatan seperti ion kromatografi, spektroskopi IR atau XRD.
Untuk mengidentifikasi adanya kandungan senyawa organik pada residu biasanya banyak digunakan metode kromatografi, terutama kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas (KG) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Diantara ketiga metode kromatografi ini, KLT adalah merupakan metode yang paling banyak digunakan karena murah, sederhana dan mempunyai sensitivitas yang cukup tinggi. Kadangkala peralatan gas kromatografi digabung dengan detektor spektroskopi massa (MS) atau FTIR sehingga peralatan instrumentasinya berubah menjadi GC-MS atau GC-FTIR. Peralatan lain seperti ion kromatografi banyak digunakan untuk mengidentifikasi anion seperti klorat dan nitrat. Spektroskopi sinar infra merah (IR) digunakan untuk mengidentifikasi senyawa organik yang larut dalam air (misalnya gula) dan anion yang secara spesifik terserap pada daerah IR (misalnya klorat dan nitrat). Peralatan difraksi sinar X (XRD) cocok digunakan untuk pengamatan senyawa berbentuk kristal yang terkandung dalam residu bahan peledak.
Setelah kandungan senyawa dalam residu mengalami proses analisis dengan berbagai peralatan instrumentasi yang ada barulah dapat diidentifikasi jenis bomnya, apakah bomnya terbuat dari bahan peledak komposisi C-1, C-2, C-3, C-4, RDX, TNT, semtex atau bahan peledak yang lain.
Status quo TKP
Status quo TKP diidentikkan dengan TKP yang masih dalam keadaan aslinya dan belum mengalami perubahan-perubahan apapun terhadap benda-benda yang ada didalamnya. Status quo TKP ini menjadi begitu penting , karena dapat dikatakan bahwa 50 persen keberhasilan penyidik dalam usaha mengungkap suatu tindak pidana seperti teror bom ini sangat ditentukan bagaimana cara mengolah TKP secara benar. Dengan demikian sangat diperlukan adanya dukungan dan kesadaran masyarakat untuk tidak masuk dan merusak TKP yang ada. Banyak pengalaman menunjukkan begitu ada kejadian peledakan atau pengeboman tanpa diberi komando banyak warga masyarakat yang tidak ada kompetensinya langsung datang ke TKP dengan berbagai alasan, entah datang hanya sekedar melihat-lihat, menolong korban, menyelamatkan harta bendanya atau memanfaatkan situasi untuk mencuri barang berharga. Bahkan TKP sudah diberi police line-pun masih juga dilanggar. Tanpa mereka sadari secara tidak sengaja tindakan demikian dapat menyebabkan rusaknya TKP dan dapat membahayakan mereka sendiri bila terjadi ledakan susulan. Tindakan seperti demikian dapat menyebabkan rusaknya TKP, karena dapat menyebabkan berubahnya tata letak barang bukti yang ada, hilang dan bertambahnya sidik jari laten yang ada pada barang bukti, menyebabkan adanya bahan kontaminan yang dibawa pengunjung, hilangnya jejak-jejak kaki, jejak sepatu atau ban.
Dengan sering terjadinya teror bom belakangan ini serta sering rusaknya TKP saya rasa sejak sekarang fihak Polri seyogyanya sudah mulai memgkampanyekan atau semacam prosedur tetap yang berisi tentang petunjuk kepada masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang perlu diambil apabila ada kejadian seperti ini. Misalnya bagaimana cara menghadapi teror bom baik yang datang melalui telpon, faksimili, surat, teror bom di tempat-tempat umum seperti pasar, plaza, gedung perkantoran dan lain-lain. Juga mengkampanyekan cara bertindak apabila terjadi ledakan bom, larangan masuk ke TKP, serta anjuran lain yang dapat menciptakan rasa aman masyarakat dalam menghadapi teror bom ini.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home