Sunday, May 21, 2006

Demokrasi dan Teror

Monday, February 27, 2006
Pertanyaan mas Enda sungguh menggelitik saya untuk kembali menulis tentang motif-motif gerakan teror.Saya jadi teringat international summit on democracy terrorism and security yang diadakan di Madrid tahun 2005 lalu, tepatnya pada 8-11 Maret.200-an orang pakar dan praktisi sekuriti (rasanya ada orang Indonesia yang ikut tapi entah siapa?) saya sendiri berhalangan dan hanya ikut sebagai pemantau lewat weblog yang diprotek password. Mereka membahas dan berdebat habis soal demokrasi, terorisme dan keamanan yang bisa diterima secara akademis.Apa yang bisa saya sharing dari sana, khususnya terkait dengan pertanyaan mas Enda bahwa demokrasi juga menjadi salah satu sebab terjadinya proses radikalisasi dari mereka yang teralienasi/tersingkir oleh sistem demokrasi.Karena mayoritas pesertanya adalah pendukung berat demokrasi, maka sudah bisa diduga bahwa kesimpulan mereka mengarah pada bagaimana memperkuat demokrasi sebagai salah satu pilar dalam melawan terorisme. Meskipun kita sulit melihat kaitan langsung antara penguatan demokrasi dengan penanganan terorisme, tampak bahwa para pakar dunia tersebut begitu yakinnya bahwa demokrasi adalah pil mujarab menata umat manusia modern.Kalo pendapat para pakar menurut saya justru kurang menarik. Saya malah tertarik dengan komentar awam dari belahan bumi lain, misalnya pendapat seorang peserta non-pakar yang menyatakan bahwa kebangkitan kelompok teror Islam tidak ada kaitannya dengan nilai-nilai barat atau demokrasi. Kemudian pendapat lain tentang perlakukan tidak adil negara-negara Eropa terhadap komunitas imigran asing, khususnya kelompok muslim. Singkatnya barat dengan nilai-nilai demokrasinya menerapkan standar ganda yang bisa dilihat semua orang. Misalnya dalam masalah Israel, Afghanistan, Irak, Iran, serta sejumlah negara Amerika Latin dan Afrika. Dengan demikian tidak ada kepercayaan dalam benak maupun hati orang-orang non barat.Kembali pada soal motif gerakan teror atau penyebab timbulnya gerakan teror, berikut sejumlah faktor yang dirangkum dari summit tersebut:
Psikologis
Politik
Ekonomi
Agama
Budaya
Saya tidak akan bahas satu persatu karena file pdfnya bisa saudara-saudara lihat di http://summit.clubmadrid.org/
Saya akan fokuskan pada pertanyaan mas Enda pada komentar di tulisan Tentang Melawan Terorisme sbb:
Kalo pendapat yang mengatakan justru disebabkan karena "demokrasi" bagaimana pak? Establishment dan sistem sekrg dengan legitimasi yang datang dari demokrasi membuat ada kelompok2 yang teralienasi dan merasa tidak punya suara, kelompok ini yg kemudian teradikalisasi dan menjelma menjadi gerakan teroris.
Jawabnya tidak bisa bersifat general/umum karena demokrasi merupakan terminologi yang luas dan dalam pelaksanaannya berbeda-beda di setiap negara. Ada sifat partikular dalam pelaksanaan demokrasi disesuaikan dengan budaya lokal dll. Tidak semua demokrasi menjamin kesetaraan secara inklusif/pluralistik dan menghormati hak-hak minoritas. Bisa jadi dalam negara "demokratis", pihak mayoritas melakukan diskriminasi secara sistematik terhadap minoritas, sehingga hal ini bisa saja mengkristalkan perlawanan kelompok minoritas dalam bentuk gerakan radikal dan perjuangan dengan kekerasan. Untuk model ini, komentar mas Enda tentu mendapat dukungan.
Belum lagi dari faktor stabilitas dan tingkat konsolidasi demokrasi yang mana semua pihak menghormati aturan main dalam berdemokrasi. Seperti kita lihat dalam demokrasi di Indonesia, sebaik apapun perkembangannya, kita bisa memperhatikan betapa kasarnya perjuangan kaum demokrat itu dalam "berebut" kekuasaan dan kekayaan. Sehingga tidak mengherankan bila kecenderungan langgengnya korupsi tetap menjadi ancaman potensial bagi Indonesia. Lain halnya jika konsolidasi demokrasi tersebut diperkuat dengan landasan hukum dan pelaksanaannya yang tegas tanpa pandang bulu. Saya kira semua tahu, reformasi hukum dan aparat keamanan tampaknya mengalami hambatan terbesar.
Singkatnya, demokrasi tidak menjamin dirinya kebal terhadap ancaman teror.
Tidak ada jaminan bila kita menempuh jalan demokrasi, maka teror akan berakhir. Dalam kasus India, aksi pembunuhan terhadap pimpinan politik oleh aktivis radikal merupakan contoh yang gamblang. Bahwa kekecewaan kelompok tertentu yang berkembang menjadi aksi teror dalam sebuah sistem demokrasi bisa saja terjadi. Tetapi model kelompok seperti ini bisa dideteksi sejak awal....karena mereka tidak akan jauh dari kategori ethno-nationalisme, separatisme, revolutionis kelompok kiri, kelompok agama , and kelompok ekstrim kanan. Petunjuk awalnya adalah suara tidak puas atas perlakuan atau kebijakan pemerintah.
Ah saya jadi ngalor-ngidul nulis tidak karuan. Meski begitu, harapan saya, mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi bahan bacaan yang bermanfaat.
Sekian

0 Comments:

Post a Comment

<< Home